POLONGBANGKENG UTARA,
TURUNGKA.COM –
Ranggong Daeng Romo, siapa yang tak mengenal keberanian pahlawan nasional
kelahiran tahun 1915 di kampung
Bone-Bone, Polongbangkeng, Sulawesi Selatan ini?
Semasa pendudukan Jepang,
Ranggong sempat bergabung dengan barisan pemuda Seinendan dan diangkat menjadi
pemimpin Seinendan di Bontokandatto.Namun Pasca
proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945, Ranggong, atas restu
Karaeng Pajonga Daeng Ngalle, memprakarsai berdirinya organisasi perjuangan di
Polombangkeng, Gerakan Muda Bajeng (GMB).
Dalam GMB, Ranggong diangkat menjadi komandan barisan pertahanan untuk wilayah Moncokomba dan merangkap sebagai Kepala Wilayah Ko'Mara. Hingga pada 2 April 1946, GMB berubah nama menjadi Laskar Lipan Bajeng dan Ranggong diangkat sebagai pimpinan.
Laskar Lipan Bajeng, bersama dengan laskar-laskar yang ada di Sulawesi Selatan, melalui satu pertemuan dengan laskar-laskar sejenis di Sulawesi Selatan, kemudian membentuk Laskar Pemberontak Rakyat Indonesia Sulawesi (Lapris) dan Ranggong lagi-lagi dipercaya menjadi panglima.
Dalam GMB, Ranggong diangkat menjadi komandan barisan pertahanan untuk wilayah Moncokomba dan merangkap sebagai Kepala Wilayah Ko'Mara. Hingga pada 2 April 1946, GMB berubah nama menjadi Laskar Lipan Bajeng dan Ranggong diangkat sebagai pimpinan.
Laskar Lipan Bajeng, bersama dengan laskar-laskar yang ada di Sulawesi Selatan, melalui satu pertemuan dengan laskar-laskar sejenis di Sulawesi Selatan, kemudian membentuk Laskar Pemberontak Rakyat Indonesia Sulawesi (Lapris) dan Ranggong lagi-lagi dipercaya menjadi panglima.
Berkat jasa-jasanya pada
negara, berdasarkan SK Presiden RI No. 109/TK/Tahun 2001 Ranggong dianugerahi
gelar Pahlawan Nasional.
Namun kini, pahlawan yang
wafat di markas besar Lapris di Langgese
pada 27 Februari 1947, hanya tinggal sendirian di sebuah kompleks
makam yang dipenuhi oleh pohon jati di Desa
Ko'mara Kecamatan Polombangkeng Utara.
Ketika Awak Turungka
menyambangi makamnya ahad (17/11/2013) lalu, makam tersebut ditemui dalam
keadaan pintu tergembok, dan tak satupun warga yang bisa dimintai keterangan
perihal penjaga atau petugas makam tersebut.
Dengan jarak yang lumayan
jauh, sekira 30 kilo meter dari Kota Pattallassang, ibukota Kabupaten Takalar,
ditambah dengan infrastruktur jalan menuju lokasi makam yang lumayan rusak,
membuat makam Ranggong kian sepi dari peziarah.
Nampaknya hal ini patut mendapatkan perhatian dari
Pemerintah Kabupaten Takalar, disamping sebagai bentuk penghargaan pada
jasa-jasanya sebagai pahlawan nasional, perbaikan infrastruktur menuju makam
juga bisa memicu peningkatan jumlah peziarah. (ars/kdm)
0 komentar:
Posting Komentar