TAKALAR,
TURUNGKA.COM - Lusa pagi, kita sudah
memasuki tanggal 1 Januari 2014. Bagi pengguna almanak versi Gregorian, itu
berarti bahwa besok adalah Tahun Baru, tahun yang berbeda dari tahun
sebelumnya.
Karena dia momentum yang cuma terjadi sekali setahun,
maka dia pantas disambut dengan sukacita. Disambut dengan berbagai pesta dan keriuhan, dentum
tetabuhan dan lengking terompet, serta letusan petasan dan pecahan kembang api.
Eh, tak boleh terlupa, berpuluh dan beratus pesan singkat dan panjang, baik dikirim via short message system atau blackberry messenger, berseliweran terkait tahun baru. Ada yang mencela, ada yang memuja, dan ada juga yang mencoba memberi nasehat.
Bahkan sebagian kita --semoga bukan sebagian besar kita, menyambut kedatangan tahun baru dengan lelaku yang tak lazim, lelaku yang diharamkan oleh berbagai agama dan aktivitas yang terlarang dalam berbagai tradisi.
Yang paling masyhur adalah menyambut tahun baru dengan dentuman suara petasan, lengking suara terompet, dan pecahan kembang api yang membakar angkasa. Aktivitas yang tak pernah dipertanyakan tentang keabsahan asal-usul dan latar belakangnya.
Eh, tak boleh terlupa, berpuluh dan beratus pesan singkat dan panjang, baik dikirim via short message system atau blackberry messenger, berseliweran terkait tahun baru. Ada yang mencela, ada yang memuja, dan ada juga yang mencoba memberi nasehat.
Bahkan sebagian kita --semoga bukan sebagian besar kita, menyambut kedatangan tahun baru dengan lelaku yang tak lazim, lelaku yang diharamkan oleh berbagai agama dan aktivitas yang terlarang dalam berbagai tradisi.
Yang paling masyhur adalah menyambut tahun baru dengan dentuman suara petasan, lengking suara terompet, dan pecahan kembang api yang membakar angkasa. Aktivitas yang tak pernah dipertanyakan tentang keabsahan asal-usul dan latar belakangnya.
Pada mulanya, ritual tahun baru didedikasikan untuk meneladani Dewa
Janus, dewa yang juga dikenal sebagai dewa waktu karena dia mampu menjangkau
masa lalu dan masa depan sekaligus berkat mukanya yang dua sisi, satu mukanya
menghadap ke belakang, satunya lagi menatap ke depan.
Karena meneladani Janus pula, biasanya, tahun baru diisi dengan
melakukan evaluasi atas berbagai pencapaian selama tahun yang akan berakhir,
dan membuat serangkaian resolusi baru untuk diwujudkan pada tahun yang
menjelang.
Namun sekarang, tahun baru disambut dengan menghambur-hamburkan uang untuk
mencapai ekstase pada sebuah keriuhan yang maksimum. Ratusan juta harus
dikeluarkan untuk membayar harga petasan dan kembang api yang dibakar di malam
tahun baru.
Belum lagi bahan bakar yang terbakar habis oleh konvoi para penikmat
malam tahun baru, terompet dari berbagai bahan baku, semua menambah jumlah
pengeluaran pada malam tahun baru. Semua menjadi lebih permisif, konsumtif dan
boros.
Maka tak ada lagi yang mengingat untuk melaksanakan sunnah dari Janus
sebagaimana orang-orang Romawi dahlu memperlakukan tahun baru, tak ada lagi
refleksi, inisiasi, apalagi rumusan resolusi. Yang ada, semua larut dalam keriuhan
pesta.
Kita menyambut tahun baru dengan ajaran dari agama-agama baru dan anjuran
dari tuhan-tuhan baru, agama yang mengajarkan kita untuk menyambut tahun baru dengan
ibadah pesta, tuhan yang menganjurkan kita khusyu dalam hura-hura.
Maka untuk menyambut kedatangan Tahun Baru 1 Januari 2014, mari kita saling memberi ucapan selamat demi kegembiraan bagi tuhan baru, dan kemeriahan si tahun baru yang akan kita sambut bersama, "Selamat Menyambut Tuhan Baru di Tahun 2014".
Tak lupa, mari kita menyempurnakan penyambutan ini dengan doa singkat, sebuah doa yang bisa menjadi washilah bagi terciptanya kekhusyukan melewati ritual tahunan ini. “Semoga kita kian glamour, komsumtif, permisif, hedonis, dan metroseksual. Amien...”.
Maka untuk menyambut kedatangan Tahun Baru 1 Januari 2014, mari kita saling memberi ucapan selamat demi kegembiraan bagi tuhan baru, dan kemeriahan si tahun baru yang akan kita sambut bersama, "Selamat Menyambut Tuhan Baru di Tahun 2014".
Tak lupa, mari kita menyempurnakan penyambutan ini dengan doa singkat, sebuah doa yang bisa menjadi washilah bagi terciptanya kekhusyukan melewati ritual tahunan ini. “Semoga kita kian glamour, komsumtif, permisif, hedonis, dan metroseksual. Amien...”.
Sebab tuhan baru yang selalu menuntut ibadah dalam bentuk pesta yang
berhias letusan petasan, pecahan kembang api dan lengkingan terompet di tiap
tahun itu tak pernah mau peduli latar belakang agama dan tradisi kita, dia
hanya peduli bahwa kita menjadikannya tuhan, dan yang lebih penting: kita belanja
dan membeli segalanya, padanya!
0 komentar:
Posting Komentar